Selasa, Februari 10, 2009

Tidak Ada Alasan untuk Mengabaikan Perintah Allah

Saudaraku, kita ini selalu diawasi oleh Allah. Oleh karena itu, jangan sekali-kali keluar dari rel kebaikan. Ini penting agar kita tidak meniti di rel yang salah: terjerembab kejurang kesalahan. Jangan ikuti hawa nafsu yang menggelincirkan kita dari semua jalan kebenaran. Jangan pernah menyepelekan perintah Allah. Jangan pula menentangnya dengan prilaku menyimpang kita.

Lebih baik memerhatikan yang kecil dari pada salah mengatur yang besar meskipun tidak ada toleransi sama sekali bagi seseorang untuk menyia-nyiakan perintah Allah. Bahakan kita harus berani lebih memilih kefakiran dan kekurangan dari pada harus menyia-nyiakan perintah-Nya.

Kejelekan itu bertingkat terkadang kejelekan yang satu lebih hina dari pada kejelekan yang lainya. Menjaga perintah Allah sekecil apapun jauh lebih baik dari pada harus menyia-nyiakan semuanya. Dalam hal ini kita pernah mendengar bahwa Rasulullah Saw, pernah bersabda pada para sahabatnya, " Nanti ada sekelompok orang yang akan menggantikan generasi kalian ini. Jika mereka bisa menjaga sepersepuluh saja dari apa yang kalian kerjakan saat ini, niscaya mereka akan selamat."

Saudaraku renungkanlah apa yang sudah saya katakan di atas. Saya ingin mengingatkan kembali tentang perintah yang harus dilaksanakan dan tidak ada tenggang untuk meninggalkannya. Saya khawatir akan celaka bila menyia-nyiakanya. Atau kita hanya bisa berharap Allah mau mengampuni kita lantaran kemurahan-Nya.

Sederhana Penuh Berkah (Al-Harits Al-Muhasibi)

Terbitan: Serambi

Selengkapnya >>

Senin, Februari 09, 2009

Lilin Tanpa Cahaya

Sebagaimana biasa kajian Sabtu malam minggu yang diadakan di Vila Mutiara Gading Bekasi selalu disi acara tausiah dan diskusi pada kesempatan kali ini bahasan yang di diskusikan kami ambil pidato Syekh Nazim Adil Al-Haqqani yang di terjemahkan oleh Ust.KH.Wahfiudin, walaupun sebenarnya tema ini sudah sering di posting di beberapa blog ikhwan, namun sekedar untuk mereview dan sebagai bahan renungan kita dalam upaya memperkokoh keyakinan kita terhadap guru mursyid (Syekh Ahmad Shahibul wafa Tajul Arifin), maka posting ini saya terbitkan kembali. Bagi ikhwan yang mungkin membutuhkan artikel lengkap bisa searching di http://daikembar.wordpress.com, atau untuk download rekamannya http://www.4shared.com/file/80853631/ecbe24d4/msn-suryalaya.html

Dibawah ini sebagian kutipan dari pidato Syekh Nazim Adil Al-Haqqani :

"Banyak para alim ulama  dan para cendikiawan muslim memberikan pengetahuan agama kepada umat, pengetahuan itu bagaikan lilin-lilin, apalah artinya lilin-lilin yang banyak meskipun  lilin-lilin itu sebesar pohon kelapa  kalau lilin-lilin itu tidak bercahaya. Dan cahaya itu salah satunya berada dalam qalbunya beliau ( Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul 'Arifin).

Saya tidak tahu apakah Nur Illahi yang dibawanya akan putus sampai pada beliau saja, atau masih akan berlanjut pada orang lain. Tapi saya yakin dan berharap, sesudah beliau nanti masih akan ada orang lain yang menjadi pembawa Nur Illahi itu. Siapakah orangnya, saya tidak tahu.

Maka Anda sekalian para hadirin, ambillah Nur Illahi itu dari beliau saat ini. Mumpung beliau masih ada, mumpung beliau masih hadir di tengah kita, sulutkan Nur Illahi dari qalbu beliau kepada qalbu anda masing-masing. Sekali lagi, dapatkanlah Nur Ilahi dari orang-orang seperti Syekh Ahmad Shohibulwafa Tajul 'Arifin.

Dari qalbu beliau terpancar pesan-pesan kepada qalbu saya. Saya berbicara dan menyampaikan semua pesan ini bukan dari isi qalbu saya sendiri. Saya mengambilnya dari qalbu beliau. Di hadapan beliau saya terlalu malu untuk tidak mengambil apa yang ada pada qalbu beliau. Saya malu untuk berbicara hanya dengan apa yang ada pada qalbu saya sendiri."

Pidato
diatas juga pernah dimuat di Majalah Sufi "Lilin-lilin tapi tidak bercahaya"


 

Selengkapnya >>

Senin, Februari 02, 2009

Tawakkal Bukan Tidak Ikhtiar

Dalam meningkatakan mutu ilmiah, amaliah dan dzauqiyah dalam rangka ibadah pengabdian kepada Allah Swt, kiranya perlu dikaji dan direnung ulang, sekaligus evaluasi diri tentang tawakkal kita kepada Allah Swt, yang sering kita ucapkan dengan “pasrah bongkokan”. Tawakkal merupakan amaliah qalbiah yang sangat fundamental hubungannya dengan iman tauhid, bahkan berpaut erat dengan pilar/rukun iman yang keenam, yaitu iman kepada qadar khoirihi wasyarrihi minallah. Lebih diharapkan agar kita dapat melaksanakan tawakkal dengan baik dan benar berdasarkan pengajaran TQN.
Tawakkal adalah pasrah dan menyandarkan hati (qalbu) sepenuhnya hanya kepada al-Wakil yang Maha mewakili yang Maha Hak (Allah).

Toko sufi Dzun Nun Al-Misri r.a. menyatakan, tawakkal adalah tidak turut serta mengatur diri dan melepas daya kekuatan karena telah menyakini bahwa tiada daya dan kekuatan (yang dimiliki manusia) selain semata-mata dari Allah. Allah Swt. berfirman yang artinya : “ Dan hanya kepada Allah saja orang bertawakkal itu berserah diri.” (Qs.Ibrahim;12). “Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (Qs. Al-Maidah: 23). “ Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (Qs. Ali Imran: 159). “Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya).” (Qs. At-Thalaq: 3). Dan masih banyak lagi dalam surat yang lain.
Rasulullah Saw bersabda yang artinya: “ Ya Allah sungguh aku memohon taufik-Mu untuk mencintai-Mu melalui amal-amal dan untuk bertawakkal kepada-Mu dengan benar dan untuk berbaik sangka kepada-Mu.”

Hakikat Tawakkal

Hakikat tawakkal adalah suatu kondisi batin yang tauhid. Yakni qalbu (hati nurani) sesorang yang ditajalli dan mendapat pancaran sifat wahdaniat Allah sehingga qalbunya sadar menerima dan membenarkan (makrifat). Kondisi makrifat ini nampak pengaruhnya dalam amal.
Makrifat adalah dasar tawakkal, yakni tauhid. Orang yang bertawakkal kepada Allah adalah orang yang tidak melihat obyek lain selain Allah. Kesempurnaan makrifat ini diterjemahkan dalam peryataan : “ Tiada Tuhan selan Allah sendiri, tiada sekutu baginya. Dia memiliki segala kekuasaan dan baginya segala pujian dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Sedang manfaat tawakkal antara lain sebagai berikut:
1. Iman semakin mantap, qalbu tenang, jiwa tenteram, berfikir jernih, pandangan jauh dan dalam bertindak terarah dan terbimbing.
2. Mendapat jaminan kecukupan rizki dari Allah
3. Ridho terhadap ketetapan (qadar) Allah, meningkat dan jauh dari tamak dan hasud

Kondisi Derajat Tawakkal
Ditinjau dari segi kekuatan dan kelemahan maka, kadar tawakkal ada tiga tingkatan :
Tingakat pertama, keadaan benar-benar yakin terhadap penyerahannya kepada Allah dan pertolongan-Nya. Seperti keadaanya yang yakin terhadap orang yang ditunjuk sebagai wakilnya. Untuk memilih wakil harus selektif melalui proses pemikiran dan pertimbangan.
Tingkatan kedua, (tingkatan ini lebih kuat lagi), yaitu keadaanya bersama Allah seperti keadaan anak kecil bersama ibunya. Anak itu tidak melihat orang lain selain ibunya dan tidak mau berpisah dan senantiasa bergelayut memegangi tangan ibunya. Tidak mau bersandar kecuali kepada ibunya sendiri. Jika ia menghadapi suatu masalah, maka pertama sekali yang terlintas dalam hatinya dan yang pertamakali terlontar dari lidahnya adalah ucapan “ibu”.
Siapa yang pasrah kepada Allah, memandang dan bersandar kepada-Nya, maka keadaanya seperti keadaan anak kecil dengan ibunya, kepasrahan anak kecil kepada ibunya tidak berdasarkan pemikiran dan pertimbangan, hanya kepercayaan yang penuh dan bulat.
Tingkatan ketiga, (tingkatan paling tinggi) keadaannya dihadapan Allah seperti mayit ditangan orang yang memandikannya. Dia tidak berpisah dengan Allah melainkan dia melihat dirinya seperti orang mati.

Amal (Tindakan Orang-orang yang Tawakkal)
Sebagian manusia ada yang beranggapan bahwa makna tawakkal tidak perlu berusaha, bekerja dan bertaubat hanya menyerah kepada hal-hal yang membinasakan. Anggapan ini salah, karena sikap itu bodoh dan haram menurut syara’. Syari’at memuji orang yang bertawakkal dan menganjurkan melakukannya. Pengaruh tawakkal akan nampak dalam gerakan hamba dan usahanya untuk menggapai tujuan, antara lain untuk mendatangkan manfaat yang belum ada, memilihara yang ada, mencegah bahaya agar tidak terjadi, atau menghilangkan marabahaya.

Bagi orang-orang yang semata-mata menempuh jalan akhirat , ia bertawakkal kepada Allah dalam masalah rizki, tidak membebani diri dengan mencarinya jika tidak mempunyai tanggungan anak dan istri. Ia percaya pada janji Allah dan berpegang teguh pada kesempurnaan, kemurahan dan rahmat-Nya. Karena Allah sesungguhnya telah menjamin dan mewajibkan atas Dzat-Nya dalam masalah rizki makhluknya. Hal ini sebagaimana tersebut dalam firman-Nya yang artinya : “Dan tidak ada satu binatang melatapun dimuka bumi ini melainkan Allah lah yang memberikan rizkinya.”(Qs Hud:6)

Orang yang bertawakkal tanpa usaha mencari rizki disebut Mutajjarid (maqam Tajrid). Adapun bagi Mu’il (orang yang mempunyai tanggungan anak dan istri) maka tidak boleh meninggalkan usaha dalam masalah rizki keluarganya. Karena kalau tidak usaha akan membawa kehancuran, sehingga tidak ada yang ia peroleh kecuali siksa. Maka seharusnya ia bertawakkal seperti tawakkalnya orang yang bekerja, sebagaimana sahabat Abu Bakar ra. yang juga bekerja (maqam kasbi). Tawakkal juga tidak berkurang karena mengenakan baju besi saat pertempuran, menutup pintu pada malam hari, mengikat onta dengan tali dan berobat bila sakit. Tangan tidak mengambil makanan padahal lapar. Karena sebab akibat merupakan sunatullah yang tidak berubah.

Hubungan tawakal dan bekerja (berusaha) adalah; berkerja tidak mutlak berarti tidak tawakkal, tidak bekerja belum tentu ia bertwakkal. Bisa jadi ia tidak bekerja juga tidak tawakkal. Bertawakkal adalah kewajiban hamba , hak Allah menjamin kecukupan rizki. Melaksanakan kewajiban dengan tanpa menoleh hak adalah sangat dianjurkan. Dalam berusaha dan bekerja supaya dialakukan dengan baik dan benar. Yaitu jangan mengandalkan usaha dan kerjanya, hanya mengandalkan Allah Swt. Juga menyadari bahwa kemauan-kemaun dalam usaha dan bekerja adalah semata-mata atas ciptaan, pemberian dan pertolongan Allah, kita tidak mepunyai kemampuan apa-apa.


Sumber : Majalah Robithoh (edisi 1-30 Muharam 1430)
Dibacakan pada:
Kajian Sabtu Malam Minggu (31 januari 2009)
Ikhwan TQN (suryalaya) Vila Mutiara Gading, Bekasi


Selengkapnya >>

Minggu, Januari 25, 2009

Kajian Malam Minggu
Ikhwan TQN (suryalaya) Vila Mutiara Gading Bekasi
Bacaan : Tanbihul ghofilin (Al-Faqih abdul laits As-Samarqandy)
Bahsan : Dengki


Al-Faqih menuturkan dari Muhammad bin Al-Fadhl, dari Muhammad bin Ja’far, dari Ibrahim bin Yusuf , dari Abu Mu’awiyah, dari Al-Am’masy dari Yazid Ar-Raqqasyi, dari Al-Hasan, dari Nabi Saw. Beliau bersabda yang artinya:

“Sesungguhnya iri hati dan dengki itu memakan kebaikan sebagaiman api memakan kayu bakar.”

Dari sanad seperti diatas, ibrahim bin Aliyyah meriwayatkan dari Ubbad bin Ishaq, dari Abdurrahman bin Mu’awwiyah, bahwa Nabi Saw bersabda yang artinya:

“Ada tiga hal yang seseorang tidak akan selamat dari ketiganya , yaitu: perasangka,dengki, dan takut sial karena sesuatu. Ditanyakan, ‘Wahai Rasulullah, apakah yang bisa menyelamatkan diri dari ketiga hal itu?, ‘apabila kamu dengki, maka jangan kamu lanjutkan, apabila kamu berperasangka, maka jangan kamu buktikan, dan apabila kamu merasa takut sial karena sesuatu, maka jangan kamu hiraukan.”

Maksudnya, apabila ada rasa dengki di dalam hatimu, maka jangan kamu nyatakan , karena Allah tidak akan menghukum kamu atas apa yang ada didalam hatimu selama belum kamu ucapkan dengan lisan atau belum kamu kerjakan, mengenai perasangka, jika kamu mempunyai perasangka yang tidak baik kepada sesama muslim, maka kamu jangan berusaha menyelidiki selama hal itu tidak kelihatan. Dan mengenai persaan takut sial karena sesuatu, maka perasaan itu apabila kamu hendak bepergian kemudian kamu mendengar suara burung hantu, atau burung gagak, atau kamu merasa ragu-ragu, maka persaan itu jangan kamu hiaraukan.

Selengkapnya >>

Selasa, Januari 20, 2009

Ungkapan Ahli Tasawuf dan Ahli fiqih

Pernahkah kita mendengar peryataan ahli Tasawuf dan Ahli fiqih tentang suatu hal?. Coba kita lihat ungkapan berikut ini!.
Ahli Tasawuf berkata :
“Lebih baik orang yang zina tapi taubat, dari pada orang sembahyang yang melamun tapi merasa bangga”.
Disisi lain seorang ahli fiqih berkata:
“Lebih baik orang yang sembayang melamun daripada orang yang zina”.
Apa yang terdapat dipikiran anda tentang peryataan tersebut?. Memang, tidak ada yang salah dari setiap pendapat, tapi kalau saya boleh berpendapat ungkapan tersebut seolah antara ahli fiqih dan ahli taswuf saling meyatakan bahwa pendapat mereka yang paling benar.
Kalau dilihat dari sudut pandang tasawuf tidak akan berarti apa-apa kita melakukan ibadah shalat kalau qalbu kita lalai dari mengingat Allah (dzikrullah),tapi dari sudut pandang fiqih kalau kita sudah melakukan ibadah sahalat kalau sudah benar syarat dan rukun maka itu juga sudah benar menurut ilmu fiqih, dan memang fiqih adalah ilmu yang menagatur tatanan lahiriah (zhohir) sementara tasawuf ilmu yang mengatur tingkah laku bathin, karena memang antara keduanya tidak dapat dipisahkan. Karena itu dalam beribadah gerak gerik lahiriah kita harus mengikuti ketentuan syariah (ilmu fiqih) sementara batiniah harus mengikuti ketentuan tasawuf (ihsan) tentang Ihsan.Rasul menjelaskan: Ihsan adalah bahwa
dalam ibadahmu engkau seakan-akan melihat Allah, dan kalaupun engkau tidak melihat Allah engkau merasa sedang dilihat oleh Allah swt, hal ini sesuai dengan sebuah ungkapan : “Barang siapa berfiqih dan tidak bertasawuf maka ia fasik, dan barang siapa bertasawuf tanpa fiqih maka ia zindik, dan barang siapa mempelajari keduanya maka ia sudah mendapatkan hakekatnya agama”.

Selengkapnya >>