Dalam meningkatakan mutu ilmiah, amaliah dan dzauqiyah dalam rangka ibadah pengabdian kepada Allah Swt, kiranya perlu dikaji dan direnung ulang, sekaligus evaluasi diri tentang tawakkal kita kepada Allah Swt, yang sering kita ucapkan dengan “pasrah bongkokan”. Tawakkal merupakan amaliah qalbiah yang sangat fundamental hubungannya dengan iman tauhid, bahkan berpaut erat dengan pilar/rukun iman yang keenam, yaitu iman kepada qadar khoirihi wasyarrihi minallah. Lebih diharapkan agar kita dapat melaksanakan tawakkal dengan baik dan benar berdasarkan pengajaran TQN.
Tawakkal adalah pasrah dan menyandarkan hati (qalbu) sepenuhnya hanya kepada al-Wakil yang Maha mewakili yang Maha Hak (Allah).
Toko sufi Dzun Nun Al-Misri r.a. menyatakan, tawakkal adalah tidak turut serta mengatur diri dan melepas daya kekuatan karena telah menyakini bahwa tiada daya dan kekuatan (yang dimiliki manusia) selain semata-mata dari Allah. Allah Swt. berfirman yang artinya : “ Dan hanya kepada Allah saja orang bertawakkal itu berserah diri.” (Qs.Ibrahim;12). “Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (Qs. Al-Maidah: 23). “ Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (Qs. Ali Imran: 159). “Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya).” (Qs. At-Thalaq: 3). Dan masih banyak lagi dalam surat yang lain.
Rasulullah Saw bersabda yang artinya: “ Ya Allah sungguh aku memohon taufik-Mu untuk mencintai-Mu melalui amal-amal dan untuk bertawakkal kepada-Mu dengan benar dan untuk berbaik sangka kepada-Mu.”
Hakikat Tawakkal
Hakikat tawakkal adalah suatu kondisi batin yang tauhid. Yakni qalbu (hati nurani) sesorang yang ditajalli dan mendapat pancaran sifat wahdaniat Allah sehingga qalbunya sadar menerima dan membenarkan (makrifat). Kondisi makrifat ini nampak pengaruhnya dalam amal.
Makrifat adalah dasar tawakkal, yakni tauhid. Orang yang bertawakkal kepada Allah adalah orang yang tidak melihat obyek lain selain Allah. Kesempurnaan makrifat ini diterjemahkan dalam peryataan : “ Tiada Tuhan selan Allah sendiri, tiada sekutu baginya. Dia memiliki segala kekuasaan dan baginya segala pujian dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Sedang manfaat tawakkal antara lain sebagai berikut:
1. Iman semakin mantap, qalbu tenang, jiwa tenteram, berfikir jernih, pandangan jauh dan dalam bertindak terarah dan terbimbing.
2. Mendapat jaminan kecukupan rizki dari Allah
3. Ridho terhadap ketetapan (qadar) Allah, meningkat dan jauh dari tamak dan hasud
Kondisi Derajat Tawakkal
Ditinjau dari segi kekuatan dan kelemahan maka, kadar tawakkal ada tiga tingkatan :
Tingakat pertama, keadaan benar-benar yakin terhadap penyerahannya kepada Allah dan pertolongan-Nya. Seperti keadaanya yang yakin terhadap orang yang ditunjuk sebagai wakilnya. Untuk memilih wakil harus selektif melalui proses pemikiran dan pertimbangan.
Tingkatan kedua, (tingkatan ini lebih kuat lagi), yaitu keadaanya bersama Allah seperti keadaan anak kecil bersama ibunya. Anak itu tidak melihat orang lain selain ibunya dan tidak mau berpisah dan senantiasa bergelayut memegangi tangan ibunya. Tidak mau bersandar kecuali kepada ibunya sendiri. Jika ia menghadapi suatu masalah, maka pertama sekali yang terlintas dalam hatinya dan yang pertamakali terlontar dari lidahnya adalah ucapan “ibu”.
Siapa yang pasrah kepada Allah, memandang dan bersandar kepada-Nya, maka keadaanya seperti keadaan anak kecil dengan ibunya, kepasrahan anak kecil kepada ibunya tidak berdasarkan pemikiran dan pertimbangan, hanya kepercayaan yang penuh dan bulat.
Tingkatan ketiga, (tingkatan paling tinggi) keadaannya dihadapan Allah seperti mayit ditangan orang yang memandikannya. Dia tidak berpisah dengan Allah melainkan dia melihat dirinya seperti orang mati.
Amal (Tindakan Orang-orang yang Tawakkal)
Sebagian manusia ada yang beranggapan bahwa makna tawakkal tidak perlu berusaha, bekerja dan bertaubat hanya menyerah kepada hal-hal yang membinasakan. Anggapan ini salah, karena sikap itu bodoh dan haram menurut syara’. Syari’at memuji orang yang bertawakkal dan menganjurkan melakukannya. Pengaruh tawakkal akan nampak dalam gerakan hamba dan usahanya untuk menggapai tujuan, antara lain untuk mendatangkan manfaat yang belum ada, memilihara yang ada, mencegah bahaya agar tidak terjadi, atau menghilangkan marabahaya.
Bagi orang-orang yang semata-mata menempuh jalan akhirat , ia bertawakkal kepada Allah dalam masalah rizki, tidak membebani diri dengan mencarinya jika tidak mempunyai tanggungan anak dan istri. Ia percaya pada janji Allah dan berpegang teguh pada kesempurnaan, kemurahan dan rahmat-Nya. Karena Allah sesungguhnya telah menjamin dan mewajibkan atas Dzat-Nya dalam masalah rizki makhluknya. Hal ini sebagaimana tersebut dalam firman-Nya yang artinya : “Dan tidak ada satu binatang melatapun dimuka bumi ini melainkan Allah lah yang memberikan rizkinya.”(Qs Hud:6)
Orang yang bertawakkal tanpa usaha mencari rizki disebut Mutajjarid (maqam Tajrid). Adapun bagi Mu’il (orang yang mempunyai tanggungan anak dan istri) maka tidak boleh meninggalkan usaha dalam masalah rizki keluarganya. Karena kalau tidak usaha akan membawa kehancuran, sehingga tidak ada yang ia peroleh kecuali siksa. Maka seharusnya ia bertawakkal seperti tawakkalnya orang yang bekerja, sebagaimana sahabat Abu Bakar ra. yang juga bekerja (maqam kasbi). Tawakkal juga tidak berkurang karena mengenakan baju besi saat pertempuran, menutup pintu pada malam hari, mengikat onta dengan tali dan berobat bila sakit. Tangan tidak mengambil makanan padahal lapar. Karena sebab akibat merupakan sunatullah yang tidak berubah.
Hubungan tawakal dan bekerja (berusaha) adalah; berkerja tidak mutlak berarti tidak tawakkal, tidak bekerja belum tentu ia bertwakkal. Bisa jadi ia tidak bekerja juga tidak tawakkal. Bertawakkal adalah kewajiban hamba , hak Allah menjamin kecukupan rizki. Melaksanakan kewajiban dengan tanpa menoleh hak adalah sangat dianjurkan. Dalam berusaha dan bekerja supaya dialakukan dengan baik dan benar. Yaitu jangan mengandalkan usaha dan kerjanya, hanya mengandalkan Allah Swt. Juga menyadari bahwa kemauan-kemaun dalam usaha dan bekerja adalah semata-mata atas ciptaan, pemberian dan pertolongan Allah, kita tidak mepunyai kemampuan apa-apa.
Sumber : Majalah Robithoh (edisi 1-30 Muharam 1430)
Dibacakan pada:
Kajian Sabtu Malam Minggu (31 januari 2009)
Ikhwan TQN (suryalaya) Vila Mutiara Gading, Bekasi
Lancar Cuap-cuap di Muka Umum dalam Dua Hari
3 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar