Source: http://www.qalbu.net
Kehadiran agama di muka bumi bermula dengan diutusnya seorang rasul dari langit. Langit adalah pusat spiritualitas dan bumi adalah sumber materialitas. Agama, selain dipahami sebagai nama atas suatu ajaran, boleh juga dipahami sebagai nama atas suatu proses, yaitu proses spiritualisasi. Kehadiran seorang rasul membawa enerji spiritualitas besar untuk melakukan spiritualisasi di muka bumi yang materialistik ini. Maka jangan heran kalau ada tindakan para rasul yang extraordinary atau supernatural, seperti nampak pada berbagai mukjizat, karena dimensi spiritualnya melebihi tampakan material. Mukjizat selalu saja mengatasi alam (bumi) karena mukjizat adalah spitirulitas yang mematerial. Maka terlihatlah agama bertumpu pada tiga penyangga utama yaitu spiritualitas, rasul dan mukjizat.Bukanlah ulama kalau hanya dapat melakukan tilawah dan taklim saja tanpa melakukan tazkiya. Agama memang bukan sekadar membacakan kitab suci dan menerjemahkannya saja. Kalau itu yang terjadi maka agama menjadi sangat simbolik dan materialistik sekali, kehilangan ruhaniahnya. Maka bukan ulama kalau hanya banyak bacaan dan tinggi ilmu namun hampa spiritulitas. Mereka boleh disebut pakar (fakkâr, yang banyak fikirannya) tapi bukan ulama (`ulamâ, yang mendalam pengetahuannya) karena memang tak semua fikiran dapat dianggap sebagai ilmu pengetahuan.
“Menjadi muslim yang kaffah itu cukup berpegang pada Qur’an dan Hadits saja…”, begitu ucap seorang khatib berapi-api. “Apa yang tidak ada di Qur’an dan Hadits adalah bid`ah, dan setiap bid`ah adalah sesat. Maka tak perlu berpegang pada yang lain. Cukup Qur’an dan Hadits saja…", tuturnya melanjutkan pidato. Retorika seperti ini sangat sering kita dengar dari ustadz-ustadz muda berjenggot panjang, bercelana panjang sebatas betis, dahi hitam dan tatapan mata nyalang yang siap menelan siapapun yang menghadang karena merekalah pembawa pedang kebenaran sejati yang paling siap berlaga di medan perang. “Allahu akbar…!” teriaknya sebagai pamungkas yang mengunci mati bahwa apa yang disampaikan adalah kebenaran final yang tak perlu dipertanyakan lagi. Semua sudah selesai…
Apa dalilnya? Dalil yang selalu berulang dikumandangkan adalah sebuah hadits dari kitab Al-Muwaththa’ Imam Malik yang berbunyi: “Kutinggalkan pada kalian dua hal, sepanjang kalian berpegang pada keduanya kalian tidak akan pernah sesaat selamanya: Kitabullah dan Sunnah nabi-Nya”.
Jadi, pedoman beragama sederhana saja, Kitabullah dan Sunnah Rasul. Lain dari itu adalah bid`ah. Segala yang bukan dari keduanya adalah bid`ah. Supaya tidak terkena kategori sebagai sesuatu yang baru (muhdatsat) dan inovasi mengada-ada (bid`ah) maka jangan memahami Qur’an-Hadits secara kreatif. Jangan lakukan analisis yang mendalam baik secara semantik, historik apalagi teleolojik. Pahami semua teks-teks Qur’an-Hadits semata-mata secara harfiyah (literal). Tak perlu makna yang tersirat, cukup yang tersurat.
Tentu saja model pemahaman yang seperti itu hanya akan mengungkap pesan-pesan keagamaan yang kering, pesan yang tercerabut dari keadaan dan suasana sekitarnya, pesan yang tak peduli pada sebab, tujuan dan manfaat. Pesan yang tak hirau dengan manusia, karena beragama yang taat tidak perlu menjadi manusiawi (insani), cukup Ilahi saja. Agama itu dari Tuhan, jadilah orang yang taat pada Tuhan, jangan cengeng dengan hal-hal yang manusiawi.
Senin, Desember 31, 2007
Aliran Sesat?
Diposting oleh Wafa di 09.35 0 komentar
Label: Iman
Sabtu, Desember 15, 2007
Fadhilah dibalik Dzulhijjah
Oleh : KH. M. Zein ZA. Bazul Asyhab
Bulan Dzulhijjah diawali dengan huruf dzal yang diartikan dengan dzikrullah. Huruf kedua adalah wau yang berarti wara’ yaitu hati-hati, apik, teliti atau waspada. Ketiga huruf alif yang berarti Islam yaitu sikap hidup yang pasrah sebagai mana islamnya (pasrahnya) Nabi Ibrahim As. kepada perintah Allah untuk menyembelih anak kesayangannya (Nabi Ismail As.). Dalam kisah penyembelihan tersebut tersirat makna bahwa kita harus membuang sesuatu yang kita sayangi, dan siperintahkan oleh Allah SWT. seperti : ego, kesombongan, tahta, kebanggaan, dan sifat-sifat buruk yang lain. Jika kita mampu menyembelih sifat-sifat buruk ini maka Allah akan memberikan tabdil (pengganti) yaitu limpahan karomah
Diposting oleh Wafa di 19.28 0 komentar
Label: Islam
Selasa, November 27, 2007
Dzikrullah Solusi Problematika Umat
Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah muslim bisa dijadikan barometer umat Islam di dunia. Keadaan umat Islam di Indonesia saat ini merupakan representasi dari kondisi umat Islam di dunia. Secara kualitas kita patut bersyukur tapi secara kualitas perlu sebuah penanganan dan usaha peningkatan yang serius.Islam ibarat sebuah bangunan yang ditopang oleh empat tiang yaitu shalat, puasa, zakat dan haji. Dan Syahadatain adalah pondasinya. Jika keyakinan ini lemah, maka keempat hal diatas akan keropos dan kurang bermakna. Oleh karena itu keyakinan tersebut harus ditingkatkan dari level Ilmu Yakin (yakin karena diberi tahu) menjadi Ainul Yakin (yakin karena melihat), hingga akhirnyamencapai Haqqul Yakin (yakin karena telah merasakan sendiri).
Bagaimana cara praktis untuk meningkatkan keyakinan tersebut agar keislaman kita kuat, kokoh dan tidak tergoyahkan oleh apapun ? Jaddiduu iimaanakum bikasroti qouli Laa ilaaha Illallah. Hadits tersebut menyatakan bahwa untuk memperkuat keyakinan atau keimanan adalah dengan memperbanyak dzikrullah (Laa Ilaaha Illallah) yang telah ditalqinkan oleh Guru Mursyid.
Orang yang mengamalkan dzikrullah tersebut akan mendapatkan hal-hal berikut :
1. Iman yang yaqin (Haqul Yakin),kuat, kokoh, tak tergoyahkan.
2. Mahabbah yaitu mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi yang lain (dunia dan isinya).
3. Tasfiyah al-Qulub yaitu bersihnya hati dari penyakit dan kotoran seperti : Sombong, ria, hasad, iri, dengki, rakus dan sebagainya. Jika hatinya telah bersih maka ia bisa memantulkannya pada yang lain sehingga ikut tersinari.
4. Mampu mengalahkan Syetan , yang selalu menggoda dan membuatnya malas untuk beribadah kepada Allah. Sehingga orang tersebut akan menjadi pemenang di mata Allah
Oleh : KH. M. Zein ZA. Bazul Asyhab
source : http://www.suryalaya.org
Diposting oleh Wafa di 10.36 1 komentar
Label: Ihsan
Senin, November 26, 2007
Makna Kehidupan Bertasawuf
Banyak orang menyangka bahwa kehidupan bertasawuf sebatas melaksanakan ibadah ritual semata, yang kerjanya cuma shalat, zikir yang begitu lama, tidak pernah lepas jubah dan sorban memiliki jenggot yang panjang, namun sebenarnya bukan itu, Pola kehidupan bertasawuf itu adalah ia tidak larut dalam aktifitas kehidupan dunia semata.Seorang sufi menjadikan dunia bukan segala-galanya/final, menyadari betul akan penciptaan kita, kita diciptakan Allah untuk menyatakan Allah yang paling segala-galanya, sadar betul Allah Maha Kuasa, kita hambanya, kita menyintai semua makhluknya semata-mata karena kita sadar Allah cinta kepada semua makhluknya.
Manifestasi kesadaran diwujudkan dalam bentuk :
1. Senang bekerja, artinya kita memotivasi diri untuk berkarya
2. Memiliki kepekaan sosial, senang menolong antar sesama
3. Senang melakukan observasi
4. Gemar melaksanakan ibadah wajib maupun yang sunnah-sunnah
Karena memag menjadi sufi bukan untuk meningglakan kehidupan dunia melainkan tidak menjadikan dunia sebagai tujuan, tidak larut dalam kehidupan dunia, kesemtaraan di dunia kehidupan akhirat yang terbaik
Diposting oleh Wafa di 09.54 0 komentar
Minggu, November 25, 2007
Tasawuf Indonesia Tak Lagi Beri Pencerahan Intelektual Kaumnya
KRITIK PRAKTIK TAREKAT & TASAWUF (3)
Rabat, NU Online
Setelah membeberkan kritik secara umum, Ahmad Najib Afandi beralih menyasarkan kritiknya pada kenyataan dunia tarekat dan tasawuf di Indonesia. Ia memberikan bukti kemunduran tasawuf di negeri ini yang menurutnya harus segera diperhatikan, yaitu kemunduran intelektual kaum tarekat yang memiliki doktrin bahwa tazkiyatun nafs (pembersihan jiwa) bisa membuka cakrawala ilmiah secara otodikak.“Kalau KH Ihsan Jampes (Kediri, Jawa Timur) mampu menulis “Sirajutalibin” di usia 32 tahun dalam waktu kurang dari tiga bulan, kami sangat percaya. Begitu juga dengan Mbah Nawawi Banten (Syeikh Nawawi Al-Bantani, red) dengan ratusan karyanya dan lainnya, patut kita contoh kesufiannya,” ujar Najib.
“Dan, kita banggakan keilmuan dan keihlsannya dalam beribadah, walaupun beliau bukan ahli tarekat, bahkan melarang santrinya bertarekat. Begitu juga dengan tokoh-tokoh pendiri tarekat yang kini dianggap sebagai tarekat muktabarah oleh NU, semuanya memiliki karya intelektual,” tambah kader muda NU itu.
Namun demikian, ia mempertanyakan keberadaan kaum tarekat dan sufi di Indonesia kini yang ia nilai tak lagi mampu menghasilkan karya monumental seperti generasi sebelumnya. “Kini, mana karya kaum tarekat dan sufi Indonesia, kalau bukan karena ketertinggalan kemampuan mental, spiritual dan intelektual yang menjadi syarat mutlak bertarekat dan bertasawuf?” gugatnya.
Menurut Najib, hal itu berbeda dengan pergerakan tasawuf di Maroko, juga lainnya, yang hingga ini masih produktif dengan karya-karya monumental, baik dalam pemikiran Islam maupun tasawuf secara khusus.
Itulah satu sisi yang paling disorot pria yang kini menjadi pengajar tetap di Pondok Pesantren Al-Hikmah II Brebes, Jawa Tengah. Ia menilai, hal itu merupakan kemunduran besar yang lahir dari sebuah kesalahan yang besar pula. Sebab, katanya, kini pergerakan tasawuf di Indonesia tidak lagi memberikan pencerahan intelektual kaumnya agar tidak lagi saling menyalahkan, apalagi untuk orang lain.
Karena, jelas Najib, seharusnya mereka kini lebih unggul dibanding pendahulunya yang hidup dalam keterbatasan dan kesengsaraan hidup. Sesungguhnya, saat ini, tasawuf banyak dijadikan pelampiasan, pilihan akhir dari kegagalan. Bukan menjadi keharusan hidup yang sehat jasmani dan rohani.
“Walaupun hal itu tidak semuanya kita salahkan, tapi setidaknya, akan menjadi penyebab kemunduran intelektualitas dan mutu tasawuf dan tarekat. Karena, sufi yang sesungguhnya adalah mereka yang memiliki intelektualitas tinggi, bahkan luar biasa,” papar Najib. (Nasrullah Afandi/bersambung)
« Kembali ke arsip Warta
Berita Terkait:
* KRITIK PRAKTIK TAREKAT & TASAWUF (2)
“Jangan Cuma Berzikir Tanpa Mengerti Maknanya”
* KRITIK PRAKTIK TAREKAT & TASAWUF (1)
Kini, Menjelma Menjadi Ladang Penggalian Materi dan Popularitas
* Kader Muda NU Raih Doktor Tasawuf Pertama di Maroko
Komentar:
Yusuf Suharto menulis:
Assalamualaikum.
Saya amat senang ada sahabat dari generasi muda NU meraih gelar doktor tasawuf.Selamat Mas najib.
Ada catatan yang ingin saya curahkan pada njenengan. Mohon alamat E- mail nya juga Mas.
1. saat ini ( tentunya dulu juga sudah ada ada ) teman teman kita yang bertarikah dengan tidak mengindahkan sisilsilah kemursyidan ( sanad terputus ). dengan dalih - misalnya - kasus Uais Al Qorny .
2. barangkali Mas Najib sudah tahu. Di Jakarta ada Mursyid Tarikah Rifaiyah yang mengarang buku " Dan Al Quran pun berbicara Reinkarnasi". Reinkarnasi dia percayai dari telusurannya pada Quran. Di beberapa lainnya juga sama. Ini hanya sekedar menyebut contoh.
3. Dengan atas nama tasawuf juga, ada yang jama'ahnya beragam lintas Agama.
Barangkali ini dulu Mas. Mungkin dan saya harap bisa disambung di E- mail.
wassalam
akhu kum
yusuf suharto jombang
Diposting oleh Wafa di 17.33 0 komentar
Label: Umum
Jumat, November 23, 2007
Kader Muda NU Raih Doktor Tasawuf Pertama di Maroko
Prestasi menggembirakan kembali dicapai kader muda Nahdlatul Ulama (NU). Ahmad Najib Afandi, mahasiswa Pascasarjana Fakultas Adab, Universitas Abdel Malik Esaadi Tetouan, Maroko, berhasil meraih gelar doktor di bidang tasawuf. Ia merupakan orang pertama yang meraih gelar bergengsi itu di Maroko.Najib, begitu panggilan akrabnya, meraih gelar doktor tersebut setelah sukses mempertahankan desertasinya yang berjudul "Al-Harakah Assufiyah bi Indonesia wa Atsaruha Fi Al-Falsafat Al Ahlak" di hadapan para dosen pengujinya di Aula Muktamar kampusnya, pada Kamis (22/11) lalu. Demikian dilaporkan Kontributor NU Online di Rabat, Nasrullah Afandi.
Selain menjadi orang pertama di Maroko yang mendapat gelar doktor di bidang tasawuf, Najib juga dicatat sebagai doktor keempat dari Asia Tenggara yang belajar di negeri tersebut.
Promosi doktor itu juga dihadiri sejumlah staf Kedutaan Besar RI di Rabat, anggota Perhimpunan Pelajar Indonesia di Maroko, juga beberapa mahasiswa asal Thailand dan Malaysia yang belajar di Maroko.
Pada sidang yang diuji oleh Prof. Dr. Abdel Aziz Sahbar, Abdullah Murabit El Tirgi, Dr. Abdul Latif Syahbun dan Dr. Abderahman Badu itu, Najib dalam desertasinya menjelaskan beberapa hal menjadi kajian pokok dan kritik disertasinya terhadap pergerakan dan praktik tasawuf serta tarekat di Indonesia.
Selain itu, mantan sekretaris Keluarga Mahasiswa NU Bagdad tahun 1998 itu juga mencoba menelusuri sisa-sisa keemasan tasawuf di Indonesia dan persambungan antara tasawuf Indonesia dengan tasawuf Maroko yang selama ini dibiarkan oleh banyak orang.
"Sejarah keberhasilan pergerakan dan perjuangan kaum tarekat dalam bidang pendidikan, pembinaan ahlak, spiritual dan politik serta ekonomi Indonesia tidak diragukan lagi sejak awal kedatangan Islam sampai pasca-kemerdekaan Indonesia. Warisan dan pengaruh sufistik, hingga kini, begitu kental dalam budaya dan tradisi masyarakat Indonesia, Jawa khususnya, bahkan karya-karya mereka yang menjadi simbol keberhasilan pergerakan spiritualnya tetap eksis menjadi rujukan dan kajian pokok madrasah, sekolah dan pondok pesantren hingga kini,” tulis Najib dalam desertasinya.
Lebih jauh, ia menjelaskan, pergerakan kaum tarekatlah yang mendominasi perjuangan kemerdekaan dan mengisi pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. “Seperti, pergerakan dan dakwah Walisongo, revolusi petani di Banten pada tahun 1888 M di bawah komando Tarekat Naqsabandiyah, Perjuangan K. Rifai Kalisalak dan perjuanagan K. Soleh Darat di Semarang, baik fisik maupun pemikirannya, yang cerdas," papar Najib.
Najib mengatakan, kenyataan tersebut tak dapat dipungkiri, kecuali bagi mereka yang tak memiliki nasionalisme. Karena, bagaimanapun, kaum tarekat dan doktrin tasawuf adalah dua kekuatan supranatural dan lintas batas kelompok dan golongan. Ia merupakan murni kemanusiaan dan memanusiakan manusia seutuhnya termasuk kemerdekaan, kebebasan dan hak hidup yang aman dan damai yang dilakukan tanpa mengharapkan imbalan dan balas jasa. (rif) source: http://www.nu.or.id/page.php
Diposting oleh Wafa di 13.05 0 komentar
Label: Umum
Spiritual Experiences?
“We are not human beings having a spiritual experience, we are spiritual beings having a human experience”.
Teilhard de Chardin
Memang banyak orang menyangka kalau kehadirannya sebagai manusia bermula sejak ia dilahirkan secara biologis, atau setidak-tidaknya sejak ia terbentuk sebagai janin di dalam rahim ibunya. Banyak orang menyangka keberadaan dirinya bermula sebagai keberadaan fisik material. Padahal sesungguhnya manusia adalah makhluk spiritual, yang sudah dicipta di sisi Tuhan jauh sebelum tubuh biologisnya dicipta di bumi. Manusia adalah makhluk langit. Tubuh biologis adalah cangkang yang mewadahi keberadaan manusia selama di muka bumi.
Ada saatnya tubuh akan mati, terkubur dan hancur di bumi, menyatu lagi dengan tanah yang menjadi asalnya. Sedangkan sang manusia ruhaniah akan kembali lagi ke Allah penciptanya. Kematian bukan kepergian, tapi kepulangan.
Tak heran kalau dalam masa kehadirannya di bumi manusia lebih banyak memiliki pengalaman-pengalaman spiritual daripada pengalaman biologis yang material. Bahkan pengalaman biologis pun sebenarnya dialami dan dirasakan oleh ruh. Lezatnya makanan adalah sensasi saraf di lidah terhadap komposisi kimiawi makanan, kemudian sensasi itu diteruskan ke otak, lalu otak merefleksikannya ke ruh, dan ruh menginterpretasi dan menamakan sensasi tersebut menjadi rasa. Indahnya lantunan musik adalah gelombang-gelombang suara yang diterima oleh saraf pendengaran, lalu dikonversi menjadi impuls-impuls listrik menuju otak dan otak merefleksikannya ke jiwa, untuk kemudian jiwa merasakan dan menikmatinya. Semua pengalaman biologis pada dasarnya adalah pengalaman ruhaniah. Semua indera jismani adalah sensor yang mendeteksi rangsang, sedangkan ruh adalah main processor yang mengolah dengan kesadaran, perasaan, nalar, keyakinan, bahkan motivasi dan kemauan. Namun karena kekurang jelian banyak orang menyangka pengalaman-pengalaman biologis adalah otonom atau terbebas dari peran jiwa.
Orang-orang yang sadar dan waspada (bahasa Jawa: eling lan waspodo) tidak akan terkecoh semudah itu. Di dalam sejarah peradaban manusia sejak dulu, di setiap jaman di segala bangsa, selalu saja ada manusia-manusia yang melakukan pencarian terhadap hakikat (the seeker, al-murid). Mereka tak henti-hentinya melakukan perjalanan (suluk) menelusuri relung-relung kehidupan manusia hingga ke kedalaman jiwanya, menembus pemikiran dan perasaannya, keinginan dan hasratnya, hingga ke pusat kesadaran dan keyakinannya. Mereka tak mau terjebak oleh pengalaman-pengalaman fisik belaka. Karena:
Melihat adalah terbutakan oleh warna
Mendengar adalah tertulikan oleh suara
Mengecap adalah terhambarkan oleh rasa
Para penjelajah itu sering disebut sufi, avatar, santo, budha dan lain-lain. Mereka membawa cahaya, bukan warna; membawa makna, bukan suara; membawa pengalaman, bukan rasa. Orang-orang seperti ini selalu ada, meski seringkali tersembunyikan oleh gemuruh mesin-mesin modernisasi.
Sejarah juga membuktikan, tidak ada penguasa atau raja tertinggi di suatu negeri yang tak berguru dan tak berkonsultasi kepada orang-orang seperti itu. Di Romawi para kaisar selalu memiliki filosof-filosof yang menjadi konsultannya. Raja-raja jawa selalu memiliki resi dan begawan tempat bertanya. Para kepala suku Indian, juga di Afrika dan pedalaman Irian, selalu didampingi para dukun tempat bertanya kapan memulai sebuah perburuan, bahkan peperangan. Karena bagi mereka, yang sering disebut ‘orang-orang primitif’, peperangan pun bernilai sakral, tidak lepas dari kerangka spiritualitas, apalagi semata didorong hasrat keserakahan.
Kini banyak manusia di dunia, khususnya muslim di negeri-negeri Islam, merasa sakit. Sakit karena merasa tertekan oleh kejayaan material bangsa-bangsa Barat. Sakit karena merasa miskin dan tertindas. Sakit karena merasa tak mampu memunculkan rasa aman di dalam diri sendiri. Sakit karena konflik-konflik internal di tubuh umat seakan tak ada habisnya. Bayangkan, bagaimana sakitnya mata saat tersilaukan oleh cahaya yang sangat kuat. Cahaya itu adalah cahaya materialisme, sekulerisme dan hedonisme. Cahaya yang mengundang dan menjanjikan banyak kebahagiaan, tetapi ketika didekati membakar hangus jiwa-jiwa yang sudah meradang, merobek-robek cinta dan kemanusian yang luhur, lalu membatukannya menjadi bara dengki dan keserakahan, melumerkannya menjadi jelanta marah dan kebencian.
Sakitnya umat ini karena mengekor Barat, mengejar keunggulan materialisme dan hedonisme sambil mengabaikan spiritualitas yang diwariskan oleh para ulama salaf. Tengoklah lagi sejarah penyebaran Islam ke berbagai pelosok dunia. Islam dibawa oleh para pedagang dan para sufi pengelana. Bahkan ketika dunia Islam berjuang memerdekakan diri dari kolonialisme di awal abad 20, tokoh-tokoh perlawanan Islam yang berjuang di sepanjang koridor Marokko-Merauke didominasi oleh para sufi. Di Indonesia, Islam dibawa masuk oleh para sufi, disemaikan di bumi pertiwi oleh para sufi, dikawal melewati masa Hinduisme dan Konialisme oleh para sufi, bahkan dibangkitkan kembali di awal kemerdekaan oleh para sufi. Sayangnya kesufian mereka tak banyak diketahui orang, karena mereka lebih menampakkan peran nyata sebagai politisi, guru dan tokoh masyarakat. Ironisnya, justeru akhir-akhir ini lebih banyak juru klenik dan dukun magik yang mengaku sufi. Hal demikian ini menyebabkan banyak muslim Indonesia merasa asing dengan tasawuf dan banyak yang terperangah heran ketika wacana-wacana ketasawufan diangkat kembali.
Tak ada bangsa yang menjadi besar dengan mengabaikan nilai-nilai luhur yang pernah menjayakan mereka di masa lalu. Umat Islam tak akan menjadi umat yang kokoh manakala mengabaikan nilai-nilai luhur aqidah, syariah dan tasawuf. Muslim masa awal berjaya karena mendapat bimbingan langsung dari Nabi Muhammad s.a.w. yang sebagai Rasulullah menjalankan tiga fungsi:
tilawah (membacakan ayat-ayat Allah),
tazkiyah (mensucikan jiwa orang-orang yang mengikutinya) dan
ta'lim (mengilmui mereka dengan hukum dan hikmah)
Lihat QS al-Jum'ah 62:2
Saat ini tilawah sudah banyak digantikan oleh teknologi multi media berupa buku, kaset, internet, VCD dan lain-lain. Ta'lim masih banyak dilakukan oleh para ustadz di berbagai majlis ta'lim. Persoalannya adalah siapa yang men-tazkiyah umat ini? Dulu para sahabat nabi sebelum mendapatkan taklim yang membuat mereka paham tentang banyak hukum dan hikmah, mendapatkan tazkiyah lebih dulu, sehingga dengan jiwa yang suci mereka mudah memahami isi ta'lim dan termotivasi kuat mengamalkannya. Kini umat belajar agama dengan duduk di depan perangkat multi media, dibimbing ta'lim oleh para mu'allim, tapi karena jiwa-jiwa mereka belum ter-tazkiyah-kan, lalu apa jadinya? Banyak informasi yang didapat tapi tak menjadi pengetahuan yang membuat orang dapat memahami relitas dengan cepat dan membuat keputusan dengan tepat. Banyak hukum dipahami namun membuat orang sibuk berdepat saling menyalahkan, akhirnya yang muncul kemarahan dan kebencian, sementara pengamalan terlewatkan. Hikmah banyak diwacanakan tapi sebatas bualan yang tak terasakan.
Tasawuf dan sufi tak ternafikan dalam sejarah, tak terelakkan di masa sekarang dan mendatang.source: http://www.radix.co.id
Diposting oleh Wafa di 12.38 0 komentar
Label: Ihsan
Rabu, November 14, 2007
Tidak Ada Bekas Ayah atau Bekas Ibu
Betapapun sukses besar telah kita raih dalam hidup ini, semua itu hanya dapat terjadi karena dukungan orang lain, khususnya keduaorang tua yang telah mendidik dan membesarkan kita.
Saya teringat sebuah pesan yang disampaikan oleh penceramah ketika saya dan istri menikah:
“Isterimu memang cantik, setia, dan penuh perhatian terhadapmu. Suamimu memang ganteng, berpenghasilan dan sangat sayang padamu. Tapi ingat, secantik-cantik isterimu dia bisa menjadi bekas isterimu. Seganteng-ganteng suamimu dia bisa menjadi bekas suamimu. Tapi ayah dan ibumu, apapun dan bagaimanapun keadaan mereka, mereka tak akan pernah bisa menjadi bekas ayah atau bekas ibumu!”
Artinya, betapapun kita dengan suami/isteri kita sangat saling mencintai, janganlah kecintaan itu menghalangi bakti kita terhadap kedua orang tua. Kenang dan ingatlah selalu jasa mereka. Saya mengalami dan sering menyaksikan, ketika seorang anak datang membawa hadiah untuk ibunya, apa kata sang ibu? “Sudahlah, saya sudah puas merasakan bermacam-macam nikmat dalam hidup saya sejak muda. Sekarang kamu urus saja anak isterimu dengan baik”.
Jawaban itu bukan berarti ibu menolak pemberian sang anak, tapi ia mengucapkannya karena ia tidak pernah berharap jasa-jasanya akan dibalas. Ia telah rela melakukan semua yang terbaik untuk anak-anaknya. Ia tidak berfikir untuk dirinya lagi. Ketika disorongkan hadiah kepadanya, ia justeru berkata: “Untuk cucuku saja” atau “Apakah cucuku sudah kebagian?” Bayangkan, ia lanjutkan cintanya kepada anak-anak kita, padahal dari kita ia belum mendapatkan balasan yang layak.
Sudah sejauh manakah ekspresi cinta kita kepada kedua orang tua…?
Ditulis Oleh Ust. Wahfiudin
source: http://www.radix.co.id
Diposting oleh Wafa di 08.25 0 komentar
Label: Umum
Selasa, November 13, 2007
EKSISTENSI TASAWUF DI TENGAH UMMAT
Bulan Pebruari yang lalu (tahun 2005), di Medan diselenggarakan sebuah seminar yang dihadiri oleh para pejabat dan Tokoh Masyarakat dari 14 propinsi juga dari Australia, Singapura dan Malaysia. Seminar tersebut memang berkaitan dengan Melayu tetapi dilatarbelakangi oleh hal sebagai berikut : Disebelah Barat (Asia sebelah barat) terdapat bangsa Arab yang sampai saat ini keberadaannya masih diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain. Karena bangsa ini memiliki tradisi budaya yang kokoh berlandaskan nilai-nilai Islam. Sementara itu di bagian Timur ada bangsa Persia yang semenjak 5 abad sebelum Masehi saja sudah berjaya dengan sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Nebukadnezar. Saat inipun eksistensinya masih diperhitungkan karena tradisi pemikiran-pemikiran keislamannya seperti ilmu kalam dan filsafat masih berkembang sampai sekarang. Sedangkan India saat ini menjadi negara ke-3 yang memiliki pakar-pakar di bidang teknologi informasi. Padahal kita tahu bahwa agama Hindu merupakan mayoritas di negara ini. Dan Cina menjadi negara ke-3 terbesar di dunia dalam hal nilai perdagangannya. Konghucu atau konfusianisme menjadi faham mereka dan negara-negara ini bulan lalu (Cina, Korea dan Jepang) akan mengikuti bangsa Eropa untuk bersatu.
Kemudian orang-orang Melayu menempati daerah yang berada di negara-negara Asia Tenggara. Sejak dahulu bangsa Melayu ini dikenal dengan kekuatannya di bidang Maritim dan perdagangannya. Dan kekuatan mereka tumbuh dan berkembang karena didasarkan pada nilai-nilai keislaman yang sufistik. Persoalan yang timbul kemudian adalah mengapa bangsa-bangsa yang memiliki kebudayaan yang sudah tua tetapi sampai saat ini masih berjaya sedangkan bangsa Melayu tidak seperti dahulu, saat ini dalam pertarungan global seperti kehilangan energi. Tidak ada suatu bangsa yang besar yang tidak mau mempertahankan dan mewarisi budaya luluhurnya. Dan jika kita mau melihat sejarah masa lalu maka kerajaan-kerajaan atau kesultanan yang ada pada waktu itu adalah berbudaya tasawuf. Seperti di Malaysia, Singapura, Aceh, Sumatera Timur, Kalimantan dan Sulawesi. Raja mereka selalu didampingi oleh seorang ulama sufi. Maka kesimpulan yang muncul dalam seminar itu adalah kalau ingin dibuat lagi kebangkitan bangsa Melayu demi mengimbangi bangsa-bangsa lainnya maka perhatian Bangsa Melayu harus dikembalikan kepada tasawuf itu sendiri.
Dikutip dari ceramah KH. Wahfiuddin
Source: http://www.suryalaya.org/ver2/manakib.html
Diposting oleh Wafa di 23.10 0 komentar
Label: Ihsan
Senin, November 12, 2007
Dampak Positif Internet Lebih Besar dari Negatifnya
Ada kejadian yang langka di Pondok Pesantren.Al-Falah II. Cicalengka, Bandung, Selasa pekan lalu. Seorang tua. berjubah panjang, dengan jenggot putih rimbun menjuntai. Dikerubuti ratusan santri. Mereka berusaha menyentuhkan tangannya ketuhuh sang guru, Syekh Muhammad Hisham Kabbani. Mereka yang tak dapat menjangkau tubuh renta itu terpaksa berestafet dengan memegang tangan orang lain. Cara itu diyakini bisa mengalirkan energi ilahi sang guru ke tubuh yang menyentuhnya. Itulah suasana bay’at ala Tarekat Naqshbandi Haqqani, varian salah satu ordo Tasawuf (olah rohani Islam) tertua.didunia yaitu Tariqah Naqsbandi.
Syekh Kabbani adalah kalifah ordo Haqqani di Amerika Serikat. Yang sejak
tangga1 11 hingga 19 Oktober lalu berkunjung ke Indonesia. Termasuk juga untuk bertemu dengan Presiden Abdurrahman Wahid.. Syaikh Kabbani ulama asal Beirut- adalah sufi berlatar pendidikan agama dan Sains Modern. Selain memegang ijazah.Ahli bidang Teknik Kimia dari Amerikan University of Beirut dan Ilmu Kedokteran dari University Louvain. Belgia. Beliau juga mendalami ilmu syariah dari Universitas Al-Azhar Mesir.
Untuk Ilmu tasawuf Kabbani berguru kepada Syaikh Muhammad Nazim Al-Haqqani. Pemimpin tertinggi ordo Naqshbandiyah Internasional. Nama Haqqani dinisbatkan Oleh kalangan sufi yang diakui sebagai Pembaru Tasawuf untuk masyarakat modern.
Reputasi Syaikh Kabbani dalam berdakwah sangat cemerlang. Ceramahnya
berhasil menembus dinding kampus-kampus terkenal seperti Universitas California, Berkeley. Stanford, dan Harvard. Sejumlah bukupun dirilisnya. Lebih dari 20.000 orang non muslim di Amerika Serikat telah digandengnya untuk masuk Islam dan hergabung dengan ordo itu. Berbagai pusat zikir(Zawiah) dia dirikan diberbagai kota di AS.
Bahkan keluarga Bill Clinton pernah menyelenggarakan perayaan Idul Fitri
bersamanya."Dia Orang suci," kata Kiai Habib Lutfi bin Yahya.Ketua Umum Jamiah Ahli Thariqah Al-Mu'tabaroh An-Nahdliyah yang merupakan payung organisasi tarekat di Indonesia tentang Syekh Kabbani.
Namun gebrakan Kabbani yang mendunia adalah penciptaan Kios Internet Haqqani Home Page pada tahun 1990. Situs Islam yang menurut Kabbani pertama dan terlengkap didunia itu berhasil menyedot sekitar tiga juta orang perbulan
Syaikh Kabbani termasuk sebagai tokoh agama dunia yang bersentuhan dengan
teknologi internet. Kabbani menjadi bahan kajian Jeff Zaleski, Redaktur Majalah Publishers Weekly dalam Buku Spiritualitas Cyberspace ( Mizan,Bandung 1999 ).
Internet adalah Energi, dan Spritualitas selalu bersifat Teknologi tinggi,
kata Kabbani. Sikap yang bersebrangan dengan sejumlah Negara Islam minsalnya
Arab Saudi yang menyensor internet karena alasan pornografi. Disela-sela kegiatannya di Jakarta, wartawan Tempo Iwan Setiawan mewawancarainya. Petikannya :
Apa Misi Haqqani di Internet?
Misi kami menyebarkan Islam. Lewat internet kami ingin menyebarkan perdamaian, cinta dan toleransi. Kami ingin meluruskan citra Islam dimata
Barat. Sebagian masyarakat barat menganggap bahwa Islam adalah agama yang
keras, yang meghalalkan terror untuk mencapai tujuannya.
Sebagian Ulama menganggap dampak negative internet lebih banyak dari dampak
positifnya…?
Saya tak setuju, karena internet jelas mempunyai dampak positif yang lebih
besar dari negatifnya. Jangan lupa semua hal pasti punya sisi buruk dan baiknya. Jadi tergantung manusianya.
Apa dampak Postif Internet?
Internet lebih praktis dan mampu memberikan berbagai info bagi semua orang,
khususnya non muslim yang ingin mengetahui islam. Informasi itu tidak bisa
dimuat dalam sebuah buku saja. Website kami terhubung keberbagai situs islam,
sehingga merupakan salah satu yang terbesar dan terlengkap didunia, bahkan
lebih besar dibandingkan CNN.
Website kami sejak 1990 termasuk yang pertama yang memuat informasi Islam
secara komprehensifdan lengkap. Memiliki lebih dari 100 ribu halaman yang
berisi berbagai info mengenai islam. Pengunjung website kami bukan hanya
perorangan, tetapi juga para birokrat, politisi, bahkan dinas rahasia berbagai Negara.
Apa tanggapan pengakses situs anda?
Kami menerima email dan telepon yang tak terhitung jumlahnya. Mereka
mengirimkan berbagai tanggapan dari pertanyaan tentang suatu hal hingga
keinginan untuk masuk islam dan bergabung dengan Tariqat kami. Artinya ada
proses pendidikan disini. Sebelumnya banyak orang beranggapan bahwa islam itu
dekat dengan terorisme. Anggapan itu kemudian ternyata tidak benar. Akhirnya
mereka paham bahwa islam adalah agama yang membawa kedamaian bagi semua
manusia. Hal ini adalah sesuatu yang baik.
Apakah setiap orang termasuk non muslim bisa mempelajari tasawuf melalui
website anda?
Ya, mengapa tidak? Setiap orang yang ingin mempelajari tasawuf dapat
melihatnya dalam website kami. Tasawuf adalah intisari yang terdalam dari
Islam. Islam itu terbuka, sehingga siapapun bisa mempelajarinya.
Syekh Kabbani :
( TEMPO, 29 OKTOBER 2000, KOLOM AGAMA )
Source : http://www.mail-archive.com/mencintaiislam@yahoogroups.com
Diposting oleh Wafa di 13.20 0 komentar
Label: Umum
Jumat, November 09, 2007
Islam Iman Ihsan
Diriwayatkan dari Umar b. Khattab: “Ketika kami sedang bersama Rasulullah s.a.w. pada suatu hari, datanglah seseorang yang berpakaian putih bersih dan berambut hitam kelam yang tak nampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh, namun tak satupun dari kami yang mengenalnya. Lalu orang itu duduk menghadap Nabi s.a.w. hingga kedua lututnya bersentuhan dengan lutut Nabi s.a.w. dan ia pun meletakkan kedua telapak tangannya di paha Nabi s.a.w. lalu berkata: ‘Wahai Muhammad, jelaskan padaku tentang ISLAM’.
Rasul menjelaskan: ‘ISLAM adalah:1. Kesaksian tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah
2. Shalat
3. Zakat
4. Puasa Ramadhan
5. Hajji, jika mampu.’
Lalu orang itu berkata: ‘Benar engkau’. Kami pun terheran-heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Lalu orang itu berkata lagi: ‘Jelaskan padaku tentang IMAN’.
Rasul menjelaskan: ‘IMAN adalah percaya akan:
1. Allah
2. Malaikat-malaikatNya
3. Kitab-kitabNya
4. Rasul-rasulnya
5. Hari Akhir
6. Taqdir Baik dan Buruk.’
Lalu orang itu berkata: ‘Benar engkau. Sekarang jelaskan padaku tentang IHSAN’.
Rasul menjelaskan: ‘IHSAN adalah:
1. Dalam ibadahmu engkau seakan-akan melihat Allah, dan kalaupun engkau tidak melihat Allah engkau merasa sedang dilihat oleh Allah s.w.t.’
Lalu orang itu berkata: ‘Benar engkau. Sekarang jelaskan padaku tentang KIAMAT’.
Rasul menjawab: ‘Orang yang ditanya tidaklah lebih tahu dari yang bertanya’.
Kata orang itu: ‘Kalau begitu jelaskan tanda-tandanya’.
Rasulpun menjelaskan: ‘Tanda-tandanya adalah: akan engkau jumpai sahaya wanita melahirkan tuannya, dan akan engkau lihat orang-orang bertelanjang kaki dan badan, miskin, para penggembala kambing, sama bermegah-megahan di dalam gedung-gedung.’
Lalu orang itu bertolak pergi. Aku pun terheran-heran.
Lalu Rasul berkata: ‘Hai Umar, tahukah kau siapa orang yang datang bertanya tadi?’ Aku menjawab: ‘Allah dan RasulNyalah yang lebih tahu.’
Rasul : ‘Dia adalah Jibril, datang untuk mengajarimu tentang agamamu.’ “ (HR Muslim)
1. Diskusi
Agama yang bagaimana yang diajarkan oleh Jibril?
Agama yang di dalamnya mengandung ajaran:
1. Islâm (Rukun Islam),
2. Îmân (Rukun Iman),
3. Ihsân (Rukun Ihsan).
Tapi sayangnya yang populer di Indonesia cuma Rukun Islam dan Rukun Iman. Bagaimana dengan Rukun Ihsan?
Rukun Islam, Rukun Iman, dan Rukun Ihsan adalah tripod (penopang berkaki tiga) yang menunjang tegaknya agama Allah s.w.t. pada diri manusia. Ketika satu dari kaki-kaki penopang itu hilang maka agama itu tidak akan tegak pada diri seseorang. Itulah yang sedang terjadi pada ummat ini, kehilangan Rukun Ihsan, sehingga hanya sibuk mengurus Rukun Islam dan Rukun Iman.
Aspek Isi Kajian Ilmu
Islam Ketentuan Ibadah Fiqh Syarî`ah
Iman Dasar Ibadah `Aqîdah Ushûluddîn
Ihsan Kualitas Ibadah Tashawwuf * Tharîqah **
* = praktek, bukan kajian
** = kelompok praktek (organisasi), bukan disiplin ilmu
2. Perkembangan Berikutnya
Setelah Rasulullah s.a.w. meninggal berlangsunglah pengkajian-pengkajian lebih luas dari apa yang diajarkan oleh Rasulullah s.a.w. terutama di zaman Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in. Rukun Islam yang berisi ketentuan-ketentuan ibadah (syahadat, shalat, zakat, shawm, hajji) dikaji meluas tentang dasar dan tujuannya, macam-macamnya, syarat-rukun-serta wajib-wajibnya, dan hal-hal yang membatalkannya. Kajian-kajian yang meluas itu kelak dikenal dengan nama Fiqh Syarî`ah. Dan kelak kajian-kajian itu disusun menjadi disiplin ilmu yang disebut ilmu syari'ah .
Rukun Iman yang berisi pokok-pokok keyakinan/kepercayaan dikaji dan diurai lebih luas sehingga muncullah apa yang disebut kajian `Aqîdah. Lalu kajian-kajian aqidah ini disusun menjadi disiplin ilmu yang disebut ilmu Ushûluddîn yang pula disebut Ilmu Kalam atau Ilmu Tawhid (karena inti dari ajaran aqidah Islam adalah tawhid / keesaan Allah).
Rukun Ihsan berisi gambaran batin yang semestinya terjadi pada seseorang yang sedang beribadah. “dalam engkau beribadah seakan-akan engkau melihat Allah, dan kalaupun engkau tidak dapat melihatNya engkau merasa sedang dilihat oleh Allah”. Ihsan rasa atau kesadaran sedang dilihat oleh Allah, kesadaran akan kehadiran Allah yang dekat dengan dirinya. Setelah Rasulullah s.a.w. meninggal dunia, berkembanglah di kalangan shahabat, tabi’in, dan tabi’ut-tabi’in praktek-praktek pembentukan ihsan (menyangkut cara/metode pembentukan ihsan, kondisi yang menopang terbentuknya ihsan, serta hal-hal yang merusak ihsan). Praktek-praktek ini kemudian dikenal dengan nama Tashawwuf yang kemudian dilakukan secara berkelompok, dan kelompok-kelompok tashawwuf itu disebut Tharîqah.
3. Kesimpulan
Sebenarnya Ihsan – Tashawwuf – Thariqah adalah bagian langsung dari agama Allah yang diajarkan oleh Malaikat Jibril. Ia tidak semestinya dipisahkan dari bagian-bagian lain, apalagi diabaikan. Kalau Syari’ah dan Aqidah berisi teori atau pengetahuan keagamaan, maka Tashawwuf adalah pengamalannya. Apa artinya pengetahuan dipelajari kalau tidak diamalkan. Mengapa kita hanya mementingkan rukun islam dan rukun iman, tapi membuang rukun ihsan?
Kalau tashawwuf dan thariqah disebut bid’ah (sesuatu yang baru muncul dan berkembang sesudah zaman kenabian) maka aqidah dan ushuluddin serta syari’ah dan fiqh juga merupakan bid’ah. Masalahnya adalah apakah bid’ah dhalalah atau bid’ah hasanah?
Sumber:http://www.radix.co.id
Diposting oleh Wafa di 09.54 1 komentar
Label: Islam
Kamis, Juli 26, 2007
perjalanan
أَوَلَمْ يَرَوْا كَيْفَ يُبْدِئُ اللَّهُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ ﴿١٩﴾
قُلْ سِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانظُرُوا كَيْفَ بَدَأَ الْخَلْقَ ثُمَّ اللَّهُ يُنشِئُ النَّشْأَةَ الْآخِرَةَ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ﴿٢٠﴾
"Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali). Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Kita diperintahkan untuk melakukan perjalanan untuk benyak menyaksikan tanda-tanda kekuasaan Allah. Diharapkan, dengan menyaksikan hal-hal yang nampak di depan mata, kita akan mengalami 'penyeberangan kesadaran' ke balik dari yang nampak. Itulah proses i`tibâr. Berasal dari kata `abara yang bermakna menyeberang, i`tabara bermakna menyeberangkan diri. I`tibâr adalah proses penyeberangan diri (going beyond, passing through) dari hanya menyadari apa yang terlihat di depan mata menuju ke pemahaman terhadap sebab, hakikat, tujuan, dan hikmah.
oleh Wahfiudin
Diposting oleh Wafa di 09.00 0 komentar
Label: Iman